ul#list-nav { list-style:none; margin:20px; padding:0; width:525px } ul#list-nav li { display:inline } ul#list-nav li a { text-decoration:none; padding:5px 0; width:100px; background:#FF0099; color:#eee; float:left; text-align:center; border-left:1px solid #fff; -moz-border-radius: 5px; } ul#list-nav li a:hover { background:#FF6699; color:#000 -moz-border-radius: 5px; }

Isnin, 18 Mei 2015

Membedah Sejarah Syi’ah di Nusantara (1)


syiah-indonesia-asyuro
Oleh: Beggy R., (Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa)
MEMBICARAKAN sejarah Syiah di Nusantara, tak bisa lepas dari pembahasan masuknya Islam ke Nusantara. Sebuah perjalanan panjang merentang hingga lebih dari seribu tahun silam. Silang pendapat diantara para peneliti, mewarnai penulisan sejarah masuknya Islam ke nusantara.
Silang pendapat ini bahkan dibumbui oleh motif-motif politis dibalik penulisan sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Pembahasan tidak hanya berhenti disitu, setelah meninjau masuknya Islam ke Nusantara, persoalan kemudian bergeser, dari ‘masuk’, menuju ‘siapa’ yang membawa Islam ke Nusantara? Lalu bergerak lagi mengenai bagaimana berkembangnya Islam di Nusantara. Dari sini lalu bercabang pertanyaan menuju kepada Kerajaan Islam apakah yang pertama berdiri di nusantara?
Masuknya Islam ke Nusantara.
Sejumlah teori mewarnai tentang masuknya Islam ke Nusantara. Teori Anak Benua India merupakan yang digaungkan oleh Pijnappel dan Hurgronje. Pijnappel berpendapat bahwa Gujarat dan Malabar menjadi asal mula penyebar Islam di Nusantara. Sedangkan Snouck Hurgronje menyatakan bahwa penyebaran Islam di nusantara dilakukan oleh muslim Deccan. Namun Hurgronje tidak menyebut pasti bagian selatan India yang ia maksud. Mereka adalah para pedagang yang menyebarkan Islam di abad ke 12. Kesamaan mahzab Syafi’I menjadi salah satu penguat argumen mereka.[i]
Teori Gujarat ini juga di dukung oleh Moquette yang mendasarkan pendapatnya dari sebuah nisan Malik Al Shalih di Pasai (Aceh), khususnya yang bertanggal 27 September 1297 M. Moquette berpendapat bahwa batu nisan ini mirip dengan batu nisan lain di Jawa, seperti di makam Maulana Malik Ibrahim (w. 822/1419). Ia menyatakan bahwa batu nisan ini diimpor dari Gujarat. Namun pendapat ini dibantah oleh S.Q Fatimi. Menurutnya,batu nisan Malik Al Shalih berbeda dengan batu nisan asal Gujarat yang ditemukan ditempat lain di Sumatera dan Jawa. Batu nisan Malik Al Shalih lebih condong kepada batu nisan di Bengal. Dan Fatimi pun mengkritik teori batu nisan yang sepertinya mengabaikan batu nisan Siti Fatimah di Leran, Jawa Timur, yang bertanggal lebih tua, yaitu (475 H/ 1082 M). Namun Fatimi yang menyatakan Muslim Bengal sebagai asal mula penyebar Islam tampaknya melewatkan faktor mahzab. Faktanya, di Bengal mayortias muslimnya bermahzab Hanafi. Bagaimanapun teori Gujarat di yakini oleh banyak peneliti, seperti Winstedt, Vlekke, dan Schrieke.[ii] Pendapat ini juga mengabaikan bukti-bukti adanya lalu lintas perdagangan sebelum abad ke 13 di nusantara dari negeri-negeri Islam.[iii]
Keabsahan teori Gujarat semakin goyah dengan kritik yang Marrison. Menurutnya, meski batu-batu nisan tersebut diimpor dari Bengal, atau Gujarat, bukan berarti tempat tersebut menjadi asal mula penyebar Islam di nusantara. Marrison menggoyahkan teori ini dengan merujuk pada fakta bahwa, ketika makam Raja Pasai, Malik As Shalih yang berangka tahun 1297, menunjukkan bahwa Islamisasi di Nusantara telah berjalan. Sementara di benua India, baru setahun kemudian (1298) Cambay (Gujarat), ditaklukkan oleh kekuasaan Muslim. Maka Marrison justru menyebut Islam di nusantara berasal dari Pantai Coromandel pada akhir abad k-13.[iv]
Teori Coromandel ini didukung oleh Thomas W. Arnold dalam bukunyaPreaching of Islam. Menurutnya kesamaan mahzab Syafi’I dan arus perdagangan Malabar dan Pantai Coromandel mendukung pendapat ini. Namun patut ditekankan, Arnold menyatakan bahwa Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya asal mula penyebaran Islam di nusantara, melainkan Arabia. Menurutnya pedagang asal arab telah mengenal nusantara sejak abad ke 7 dan ke 8 Masehi.[v]
Buya Hamka menjelaskan dengan menarik, bahwa Coromandel dan Pantai Malabar adalah tempat-tempat persinggahan dari para Pedangang Arab. Orang Arab itu kemudian menetap di Malabar, mengislamkan penduduk, dan melestarikan bahasa Arab. Sebutan Malabar sendiri menurut Buya Hamka, berasal dari bahasa arab Ma’bar, yang berarti ‘tempat lalu’. Tempat singgah orang-orang arab tersebut. Dan bukan saja tempat singgah khusus orang arab, tetapi juga orang-orang dari Nusantara. Di sana, menurut Buya Hamka mengutip Al Mas’udi, diabad ke 10 telah hadir 10 ribu orang yang berasal dari Arab, berbahasa Arab dan memiliki keturunan bergenerasi. Bahkan hingga abad ke 20, orang-orang Malabar tetap mengakui diri mereka orang Arab.[vi]
Orang-orang Nusantara memang tampaknya sudah dikenal orang-orang Arab bahkan sejak masa pra-Islam di Arab. Daerah Fansur di pantai barat Sumatera sebagai penghasil Kapur Barus, dikenal oleh orang-orang Arab. Kata Kapur sendiri oleh orang Arab dikenal dengan ‘Kafur.’[vii]
Bukti-bukti perkenalan Arab dan orang Nusantara lebih kukuh jika kita menyatukan pula pendapat-pendapat dari sumber lain mengenai kehadiran Arab ini. Dalam kitab Ajaib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar tahun 397H/1000M ini, mengisyaratkan eksistensi komunitas muslim lokal di Kerjaaan Hindu-Budha Zabaj (Sriwijaya). Ia meriwayatkan kedatangan pedagang muslim ke Kerajaan Zabaj. Ia menyebut para pedagang Muslim tersebut harus duduk ‘bersila’ ketika menghadap raja. Kata ‘bersila’ menurut Azyumardi Azra pastilah sedikit dari bahasa melayu yang pernah digunakan dalam teks Timur Tengah. Riwayat ini juga mengisyaratkan adanya sejumlah penganut Islam di Kerjaan Zabaj.[viii] Kehadiran komunitas Muslim di Nusantara adalah sesuatu yang lumrah. Mengingat komunitas Muslim sudah berinteraksi dengan Dinasti Cina sejak masa Dinasti Umayyah. Pada masa Dinasti Umayyah sendiri setidaknya terdapat 17 duta Muslim yang dikirim ke Istana Cina. Tentu saja para pedagang Muslim timur tengah ini telah mengetahui pelabuhan-pelabuhan tertentu di Nusantara sebagai tempat persinggahan.
BERSAMBUNG
[i] Drewes, G. 1968. New Light on the Coming of Islam to Indonesia? Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 124 No. 4.
[ii] Azra, Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama timur tengah dan kepulauan nusantara abad XVII dan XVIII. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
[iii] Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
[iv] Azra, Azyumardi. 2013.
[v] Arnold, Thomas W. 1913. The Preaching of Islam, A History of the Propagation of the Muslim Faith. London: Constable & Company Ltd.
[vi] Hamka. 1963. Pidato Bandingan Hamka: Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Pesisir Sumatera Utara. Gema Islam No. 31.
[vii] Al Attas, Syed Muhammad Naquib. 2011. Historical Fact and Fiction.Johor Bahru: University Teknologi Malaysia Press.
[viii] Azra, Azyumardi. 2013

Rafidhoh Sebut Ali Lebih Kuat daripada Rasulullah


kuat
“Berkata Hasan Sahasah sesungguhnya Amirul Mukminin jika berjalan dengan Nabi tidak ada seorang pun yang berani mengganggu Nabi. Dan jika beliau berjalan sendirian terkadang diganggu dari belakang oleh seorang budak dengan dilempari batu.”
Telah berkata Hasan Fuhaid sesungguhnya Allah mengambil janji atas diri-Nya bersumpah dengan Arsy-Nya dan berkata tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku dan Muhammad Nabi-Ku dan Aku perkuat dan perkokoh dia dengan Ali.
Bantahan pendapat ini:
1. Ini adalah riwayat yang tidak bersandar pada al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Kita ketahui bahwa Rasulullah adlah orang yang paling kuat sampai beliau berpuasa 3 hari secara bersambung sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar:
“Ibnu Umar berkata Rasulullah melarang dari puasa wishol (bersambung), para sahabat berkata: ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya engkau melakukan wishol? (menyambung puasa). Beliau berkata sesungguhnya aku keadaannya tidak seperti kalian, aku diberi makan dan minum (oleh Allah).”(Muttafaqun ‘alaih)
3. Rasulullah adalah orang yang paling berai da paling kuat sebagimana hadits Anas bin Malik: “Rasulullah adalah orang yang paling berani.”(Muttafaqun ‘alaih)
Dan hadits Anas bin Malik:
“Bahwasannya kami memberitakan bahwa Rasulullah diberi 30 kali kekuatan (manusia).” (HR. Bukhari). []
[Sumber: Bahaya Syiah Rofidhoh bagi Dunia Islam/Karya: Ust. Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashori/Penerbit: Maktabah Daarul Atsar]

Beginilah Syiah Perlakukan Ulama Sunni

sunni iran
KAUM Syi’ah tak pernah rela atas kehadiran tokoh-tokoh Sunni yang memiliki akidah yang lurus dan murni. Beberapa peristiwa telah dialami para tokoh Sunni di Iran, baik yang terkena hukuman penjara maupun hukuman mati oleh pemerintah Syiah Iran, di antaranya:
1. Dipenjarakannya Mufti Zadeh dan para pendukungnya karena dituduh sebagai Wahabi dan antek Arab Saudi. Padahal, Mufti Zadeh tak pernah sekalipun pergi ke kerajaan Saudi atau memiliki hubungan serius apapun. Sejak dipenjara, tak ada seorang pun tahu keadaan Beliau. Hingga pada tahun 1993, rezim Syiah Khomeini menggantung Mufti Zadeh. Beliau dipenjara gara-gara mengingatkan Khomeini akan janji-janji bohongnya, mengritik dan menasihati mereka, serta Mufti Zadeh tak percaya akan sifat maksum bagi Khomeini.
2. Dipenjarakan dan dibunuhnya Sayyid Bahman Syakuri dengan tuduhan bahwa Syakuri telah mencela kuburan-kuburan suci Syiah. Syakuri juga pernah mengatakan bahwa “Para imam Anda anggap sebagai Nabi adalah tidak benar sama sekali. Para imam Syiah tidak beda dengan orang-orang lain.” Bahkan karena dianggap mengritik Khomeini, Syakuri sampai diseret ke penjara dan kepalanya dibenturkan ke tembok sampai pingsan, lalu ditusuk bayonet sampai gugur.
3. Maulawy Mahyiddin, Direktur Sekolah Agama Sunni di Shaleh Aabad. Beliau dipenjarakan dan kemudian digantung hanya karena tak ingin ikut Pekan Persatuan Islam yang dimodifikasi oleh Syiah dan beliau menjelaskan bagaimana sebenarnya persatuan yang hakiki itu dapat diciptakan. Begitu pula Maulawy Dost Muhammad, seorang ulama Sunni yang dipenjarakan hingga sekarang. Beliau dipenjara hanya karena menulis artikel-artikel yang kemudian diterbitkan di Pakistan yang berisi sanggahan terhadap ajaran Syiah.
Selain yang disebutkan di atas, kaum Syiah Iran jika berjumpa dengan umat Islam di waktu haji atau lainnya, mereka kerap melukiskan Iran layaknya surga dunia dan satu-satunya negeri yang merealisasikan hukum-hukum Islam tanpa diskriminasi.
Iran juga digambarkan sebagai penentang kafir Internasional dan Israel serta menyelamatkan kaum Muslimin dari para penjajah.
Mereka mempropagandakan hal yang muluk-muluk hanya untuk taqiyyah, kebohongan dan penipuan.
[Sumber: Syiah menguak tabir kesesatan dan penghinaannya terhadap Islam/ karya: Drs. Muhammad Thalib/ penerbit: el-Qassam